Portalterkini.com, – Jakarta – Proyek pembangunan Bendungan Ameroro Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat sorotan dari Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP) karena diduga menggunakan bahan material ilegal, yakni tambang galian golongan C (batu gunung) dan (pasir).
Pasalnya, dalam pelaksanaan pembangunan bendungan Ameroro yang notabenenya masuk kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) diketahui menggunakan material ilegal dan tidak memiliki izin resmi.
Dalam Release pressnya, Habrianto Ketua Umum Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP), Rabu (30/03/2022). Mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi serta informasi yang ia himpun dari berbagai sumber, bahan material yang dipasok ke proyek pembangunan bendungan berasal dari para penambang yang tidak memiliki izin resmi. Diantaranya Izin Usaha Pertambangan (IUP), Amdal (Izin analisis mengenai dampak lingkungan, izin pengolahan/produksi, izin reklamasi serta belum melakukan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB).
Lanjut Habri sapaan akrabnya (red), menjelaskan bahwa Bendungan Ameroro tersebut dimulai tahun 2020 dengan biaya APBN sebesar Rp. 1,6 Triliun. Dan saat ini progres konstruksinya telah mencapai mencapai 30% dengan target selesai tahun 2023, Pembangunan Bendungan Ameroro dilaksanakan dalam 2 paket pekerjaan, yakni Paket I oleh kontraktor PT Wijaya Karya – PT Sumber Cahaya Agung – PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) dan Paket II PT Hutama Karya- PT Adhi Karya (KSO).
- Kawal Aspirasi Forum Komunikasi Honorer Aktif, Rombongan Tim DPRD Konawe Temui MenPAN-RB
- RDP Soal Pengumuman P3K, I Made Asmaya: “Semua Aspirasi yang Masuk akan Kita Kawal Bersama”
- DPRD Konawe Menerima Kunker dari Ketua DPRD Morowali, I Made Asmaya: “Potensi Pertanian di Morowali Sangat Menjanjikan”
- Ketua DPRD Konawe, I Made Asmaya Mengucapakan “Selamat Hari Amal Bhakti Ke-79 Kemenag”
- RAKERDA BPD ABUJAPI Sultra Tahun 2024 Berjalan Sukses, Polda Sultra: “Kami Mendukung Untuk Keamanan Industri”
\”Ironisnya, saat ini material yang dipasok ke PT Hutama Karya (HK) sebagai kontraktor dalam pembangunan bendungan Ameroro, itu kami duga material ilegal dan tidak memiliki izin yang lengkap, informasi yang kami dari salah satu pemasok material di PT HK itu belum ada yang memiliki IUP, bahkan ada yang masih proses pengajuan izin di Kementerian ESDM, namun anehnya para penambang tersebut telah melakukan ekplorasi, produksi dan bahkan memasok ke PT HK, sementara Data dari Kementerian ESDM Republik Indonesia belum ada Izin Usaha Penambangan (IUP) Galian C Kabupaten Konawe yang terbit\” Ungkapnya.
Sehingga, kuat dugaan kami kontraktor serta perusahan perusahaan Galian C tersebut telah melanggar Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba), maka pelaku baik Penambang tanpa izin maupun pembeli (Pihak Kontraktor) dapat dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 158 & Pasal 161 itu sudah diatur bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain.
“Bahkan jelas, bagi yang melanggar maka pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Selain itu, apabila ada indikasi suatu proyek pembangunan yang menggunakan material dari hasil penambangan tidak berizin, maka kontraktornya juga bisa dipidana,” Ucap Habri
Ia juga menyebutkan, bahwa dari hasil investigasi yang ia lakukan, pihaknya menemukan ada beberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe menjadi lokasi pemasok material yang diduga tidak memiliki izin resmi itu.
“Hasil penelusuran kami, ada beberapa Kecamatan di Kabupaten Konawe yang menjadi target utama atau lokasi pemasok material ilegal ke PT HK selaku kontraktor untuk keperluan pembangunan Bendungan Ameroro\” Pungkasnya.
Olehnya itu, pihaknya mendesak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) agar tidak mengeluarkan serta menyetujui proses pengajuan Izin Usaha Pertambangan yang sedang di ajukan oleh perusahaan perusahaan Galian (C) yang ada di Kabupaten Konawe karena dinilai tidak mengindahkan regulasi pertambangan sebagaimana yang telah di atur dalam Undang Undang Nomor 04 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba).
\”Untuk kami mendesak PT Wijaya Karya-PT Sumber Cahaya Agung-PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) dan PT Hutama Karya- PT Adhi Karya (KSO), agar segera menghentikan proses pembangunan bendungan Ameroro, sebelum adanya izin resmi yang dikantongi oleh perusahaan perusahaan tersebut dari Kementerian ESDM\”
“Demi penegakan supremasi hukum, kami akan mendesak Kementerian ESDM agar tidak menerbitkan IUP Galian C di Kabupaten Konawe, karena perusahaan perusahaan tersebut dinilai telah berani melakukan upaya melawan hukum, dengan melakukan penambangan ilegal tanpa mengantongi Izin yang resmi.,\” tegasnya
Aktivitas nasional asal Konawe itu menegaskan, bahwa pihaknya juga akaan mendesak Tipidter Mabes Polri untuk mengidentifikasi dan memeriksa pihak pihak yang terlibat dalam korporasi tersebut, serta menindak tegas Direktur Utama PT Hutama Karya (HK) yang diduga menjadi penadah barang ilegal.
“Iya, kami juga akan mendesak Tipidter Mabes Polri, agar segera mengidentifikasi dan memeriksa pihak pihak yang terlibat dalam penambangan ilegal itu serta menindak tegas Direktur utama PT Hutama Karya (HK) di proses sesuai hukum berlaku tanpa pandang buluh, dalam hal ini sebagai terduga penadah barang ilegal,”. Tutupnya